Minggu, 12 Juli 2015

Ramadhan Fun Hiking (Papandayan, Garut West Java)



Menguak jalur Misteri dari gunung papandayan

“Lost In Tegal Alun”
(Part 1.)

26-29 Juni 2015
Sebuah perjalanan yang menyenangkan, karena ini salah satu perjalanan pertama kali bagi saya untuk merasakan sebuah pendakian di saat bulan puasa. pendakian ini tercipta karena ajakan oleh seorang teteh dan teman-temanya untuk mendaki di saat bulan puasa, teteh, kakak dan teman-temanya itu terdiri dari : teh Syifaturrahmah Nurfalah, kak Ines Inera, mas Bibit MusnainiErna Farisa, dudu/Dwi Wahyu, Novitasari Sembathu, dan saya sendiri Muhammad Ridwan Junior.

Keberangkatan kami berbeda-beda tempat, saya, teh syifa, kak ines, dudu dan novi, berangkat dari bandung. itu juga berbeda-beda tempat, teh syifa, dudu, dan novi, berangkat dari sanggar pramuka ITB, sedangkan saya dan kak ines berangkat dari kosan masing-masing. Mas bibit serta erna berangkat dari terminal kampung rambutan Jakarta, jumlah kita semua ada tujuh ekor full team.

Kita yang domisili bandung janjian untuk bertemu di terminal cicaheum, lalu melanjutkan perjalanan dari terminal cicaheum bandung menuju terminal guntur di garut.   


Day 1 (17:00)

Hari pertama keberangkatan, saya telat datang ke sanggar, oleh karena itu saya mendapatkan mandat dari teh syifa untuk langsung OTW ke terminal cicaheum, nanti bertemu disana dengan domisili yang keberangkatan dari bandung, saya berangkat seorang diri dari kosan menuju terminal cicaheum menggunakan angkutan kota, begitu pula kak ines, dia berangkat seorang diri menggunakan jasa Go-Jek ceunah. Setelah setengah jam dalam angkutan kota, tibalah saya di terminal cicaheum, jam menunjukan pukul 17:30, saya mengambil sebuah hanphone dalam saku celana, lalu me-whatsApss teh syifa untuk menanyakan keberadaan mereka bertiga. Ternyata posisi mereka masih lumayan jauh dari terminal, setelah mendapatkan balasan tersebut saya mulai mencari tempat untuk singgah sejenak, yang tidak masuk ke dalam terminal agar mereka dapat menemukan saya dengan mudah. Setelah lima belas menit saya duduk, suara adzan maghrib mulai terdengar bersahut-sahutan pertanda buka puasa telah tiba, dengan cepat saya mengambil air mineral dalam carrierku dan memanjatkan do’a, lalu meneguknya. Baru saja berbuka puasa saya melihat tiga seorang perempuan yang membawa carrier di pundaknya datang berjalan mengarah tempat dimana saya menunggu, saya sudah mengira jika itu adalah teh syifa dkk. Ternyata benar, setelah kami berbincang-bincang sejenak, kami memutuskan untuk mencari mushalla untuk melaksanakan sembahyang maghrib, dengan bergegas kami menemukan mushalla tidak jauh dari tempat kami tadi bertemu, lalu melaksanakan sembahyang maghrib bergantian, karena carrier kami berada di luar mushalla.

Ba’da maghrib kita berencana mencari makan, teh syifa bertanya kepada kami untuk memilih makanan apa, dan berselera ingin makan apa? tanyanya.  semua cukup binggung untuk memilih, hingga teh syifa memberi opsi ada warung bakso yang enak ceunah, saya sedikit tertarik dan meng iya kan ajakan itu. sesampainya di TKP teh syifa mendadakan binggung dimanakah warung bakso yang pernah teh syifa singgahi dahulu? Mungkin sudah tutup atau bangkrut tidak buka lagi teh, atau mungkin warung bakso tesebut warung bakso misterius ngeheheheee. Akhirnya ada tukang mie ayam yang menggoda selera makan kami, lalu kami semua makan di tukang mie ayam tersebut, di saat mie ayam sedang di buat, teh syifa pamit pergi sebentar untuk mencari gorengan tak jauh dari tempat kami, tak lama setelah kembali lagi teh syifa bercerita kepada kami, kata tukang gorengan tadi sebenarnya warung bakso itu belum tutup atau bangkrut, tetapi kita kurang jalan sedikit lagi untuk menuju warung bakso tersebut, jelas teh syifa pada kami, dengan sedikit tersenyum, ya sudahlah kita sudah terlanjur memesan mie ayam apa boleh buat he he he(kapan-kapan lagi aja teh, kalo kita singgah disana lagi). Tapi mie ayamnya enak juga kok, ngek. enak karena gratis yang bayar teh syifa, makasih lho teh ho ho ho.

Setelah selesai makan, kami bergegas ke dalam terminal untuk menunggu kak ines dan kebetulan adzan isya sedang berkumandang, sehingga kami kembali ke mushalla yang tadi, untuk melaksanakan sahalat isya sembari menunggu kak ines. setelah isya berlalu kak ines belum juga datang, kami mulai memikirkan anggkutan yang akan membawa kami ke terminal guntur di garut, setelah bertanya kepada bapak Dishub yang sedang bertugas ternyata cukup sulit mencari kendaraan menuju garut jika sudah larut malam, bukanya tidak ada kendaraan yang kesana, tetapi hanya sulit mencarinya, setelah kita menunggu sejenak ada sebuah bus tanggung yang bertulisan bandung - garut, lalu saya kejar dan menanyakan harga per orang untuk menuju ke terminal guntur, saya bertanya ternyata bis tersebut terakhir kali narik, atau sudah habis jam perjalananya dan pull nya berada di bandung, tanpa basa-basi bapak tersebut menanyakan berapa banyak rombongan yang saya bawa untuk pergi ke sana, saya jawab hanya lima orang pak. dan jika di jumlahkan pasti akan terasa mahal dan tidak sebanding dengan jumlah orang dan ongkos yang akan kita bayarkan, setelah beberapa saat saya dan pak supir tersebut bernegosiasi, lalu saya menuju ke teman-teman untuk mempertimbangkan harga yang di berikan bapak tersebut, setelah sedikit berbincang-bincang dengan yang lain saya dan teh syifa kembali ke pak supir bus tersebut untuk menawarnya kembali agar lebih sedikit murah, karena harga yang dia berikan awal sebesar Rp.420.000 sedangkan kita hanya lima orang, saya dan teh syifa mencoba menawar se murah mungkin atau setidaknya sedikit di atas harga wajar, karena harga wajarnya sekitar Rp.20.000/orang, perbincangan kami cukup lama sehingga handphone teh syifa berdering terdapat panggilan masuk dari kak ines yang sepertinya sudah sampai di terminal, teh syifa berpamitan untuk pergi sebentar menjemput kak ines, di situ terkadang saya merasa sedih karena pak supir tadi belum mau menurunkan harga yang kita tawarkan kepada mereka, hingga akhirnya setelah di bujuk rayu pak supir itu mau menurunkan harganya menjadi Rp.300.000 dan tidak bisa lebih turun lagi, karena memang ini kendaraan bis bukan mobil kecil, walaupun masih sangat berat bagi kami dengan jumlah sebesar itu kami menerimanya dengan mempertimbangkan dan kesepakatan bersama, akhirnya kami berangkat, pada saat itu waktu menunjukan kurang lebih pukul 20:00 malam, perjalanan kami targetkan sekitar dua jam sampai terminal guntur. Di dalam perjalanan ada yang mengobrol ada juga yang tidur entahlah, saya asyik mendengarkan lagu favorit saya sendiri karena bapaknya nyetel lagu dangdut cukup keras.

Hingga tak terasa kami tiba di terminal guntur sekitar pukul 22:00 saya langsung menghubungi mas bibit, karena sebelumnya saya sudah telfon dia dan sepertinya saat saya telfon dia baru berangkat dari jakarta/dalam perjalanan, saya menelfonya masih di bandung tadi. saya sms dia dan menanyakan posisi sudah sampai mana, tak begitu lama saya sms, dia membalasnya, ternyata baru sampai bandung. jadi masih dua jam perjalanan untuk menuju terminal guntur tempat kami menunggu, selama penantian tersebut kami berlima menunggu di tempat tunggu terminal, jangan mengira jika tempat tunggu tersebut nyaman dan aman, penerangan lampu saja tidak ada, karena tahu sendiri bagaimana keadaan terminal di saat malam hari. jam demi jam kami menunggu, dan ketika waktu menunjukan pukul kurang lebih 23:30 tengah malam, hanphone yang berada di saku celanaku bergetar, menandakan ada pesan masuk. saya sudah mengira jika itu pesan dari mas bibit, ternyata benar, mas bibit sudah tiba di terminal guntur. saya segera mencari keberadaanya, beberapa saat kemudian kami bertemu lalu menuju tempat tunggu terminal untuk bertemu dengan yang lainya.

Setelah kami berkumpul, lengkap sudah team kami menjadi tujuh orang, entah sebutan apa yang cocok untuk team kami itu, tapi yang jelas kami membawa bendera“Tamasya Ganesha” sebuah bendera team, setelah sedikit bercakap-cakap satu sama lainya saya dan mas bibit meninggalkan team untuk mencari anggkutan yang akan membawa kami menuju cisurupan, (*cisurupan adalah nama tempat pertigaan yang menghubungan jalan raya biasa dengan jalan yang menuju ke basecamp gunung papandayan). tidak terlalu lama kami mencari, ada seorang pemuda yang menawarkan jasa sewa mobil anggkutan umum untuk membawa kita menuju ke cisurupan, karena waktu sudah terlalu larut malam maka anggkutan umum sudah sangat jarang atau bahkan tidak ada yang ber operasi. tanpa berpikir panjang saya dan mas bibit menerima tawaran tersebut, akhirnya kami berangkat dengan anggkutan kota yang kami sewa itu dengan tarif Rp.140rb. setelah perjalanan kurang lebih setengah sampai satu jam kami sampai di pertigaan cisurupan tersebut, lalu melanjutkan perjalanan dengan mobil pick up untuk menuju basecamp dengan tarif Rp.220rb.

Awalnya kami menawarnya terlebih dahulu, hingga harga jatuh menjadi 220rb kami langsung berangkat. kurang lebih empat puluh menit berjalan menggunakan mobil pick up, kami menemukan pintu masuk gunung papandayan sebuah pos yang cukup besar dan hanya terdapat dua penjaga disana, kami berhenti sejenak untuk membayar tarif masuk sebesar Rp10.000 per orang untuk hari libur. setelah selesai mengurus registrasi kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp, tak lama kami berjalan tiba-tiba kami menemukan sebuah mobil pick up menabrak pohon dan terparkir hancur bagian depanya di bibir jurang, tanpa saya dan mas bibit tanyakan bapak sopir yang mengendarai mobil kami berkata, jika itu akibat supir yang masih amatiran dan baru belajar menguasai medan jalan kata bapak supir tersebut. tak lama setelah berbincang-bincang dengan bapak sopir tersebut, kami bertemu sebuah bangunan kecil yang berada di pinggir sebuah parkiran yang sangat besar. sampailah kami di basecamp gunung papandayan atau biasa dikenal dengan nama camp david. Kami turun dari pick up dan langsung merapat ke sebuah warung kecil di samping basecamp, saat itu waktu menunjukan pukul 02:00 dini hari, karena waktu ibadah sahur masih cukup lama, maka kami memutuskan untuk melaksanakan shalat sunnah tarawih terlebih dahulu di samping warung tersebut, lalu setelah shalat kami lanjutkan dengan istirahat/tidur terlebih dahulu. 

Belum begitu lama kami memejamkan mata, Aa penunggu basecamp membangunkan kami untuk makan sahur, kami semua langsung memesan nasi goreng dengan selera masing-masing ada yang pedas ada pula yang tidak, hingga waktu subuh menjelang, kami bersiap-siap melaksanakan shalat subuh bersama, lalu melanjutkanya dengan packing-packing carrier dan siap berangkat.

Day 2 (06:30)

Full Team





novi dan teh syifa


"Buneran"



Strong Women


maafkan fotonya kurang jernih dikarenakan ngambil dari facebook tetangga Ines Inera
Sabtu pagi, udara dingin masih menerpa hingga ke dalam tulang, langit berubah perlahan terlihat sangat biru pertanda cuaca akan cerah untuk lima sampai delapan jam ke depan, serta bau belerang mulai tercium sedikit pekat. Kami sudah selesai packing dan menuju ke tempat parkir untuk melakukan pemanasan pada tubuh yang dipimpin oleh mas bibit, lalu dilanjutkan dengan foto team, dan memanjatkan do’a bersama agar selamat sampai turun kembali. 

Basecamp, saat itu tidak terlalu ramai oleh pendaki, karena kebetulan saat ini adalah bulan ramadhan. kalaupun ramai, oleh pendaki yang beragama non islam, mungkin saat itu hanya beberapa pendaki islam yang melaksanakan kegiatan pendakian seperti kami. Setelah kurang lebih setengah jam kami di lapangan parkir tersebut, waktu menunjukan pukul 07:00 saatnya kami berangkat. jalur awal pendakian yang kami lalui cukup mudah sera landai, terdiri dari bebatuan yang tidak beraturan, hingga berjalan di samping/bibir kawah papandayan. lama perjalanan dari parkiran hingga samping kawah sekitar lima belas menit sampai dua puluh lima menit. kami berjalan santai sambil menikmati sang surya pagi yang belum terlalu panas pada tubuh kami, tujuan pertama kami adalah “Buneran” *buneran adalah sebuah pos yang berada di sisi kanan kawah, yang menghubungkan antara jalan setapak menuju hutan mati dan menuju Hober hut / Lawang angin. Disana kami istirahat sejenak menikmati pemandangan alam papandayan, sambil duduk di bawah sebuah pohon yang sedikit sejuk, tampak terlihat sebuah bukit yang memanjang dan terdapat celah yang cukup besar di bagian tengahnya, yaps, itulah tujuan kami selanjutnya “Lawang angin”, dari buneran tempat kami singgah tadi ke kanan jalan. Kami melanjutkan perjalanan ke lawang angin, yang dimana tracknya melewati sebuah jalur bekas longsor, lalu bertemu sebuah sungai kecil, dan mendaki melewati samping punggung bukit, mungkin menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit sampai satu jam, karena kami berpuasa maka kami berjalan tidak terlalu tergesa-gesa, sesampainya saja. 

Di dalam perjalanan dari buneran menuju lawang angin ini, kami cukup banyak berhenti untuk istirahat, karena pendakian ini berbeda dengan pendakian seperti biasanya, setiap kami berhenti kami bercerita atau sharing tentang pengalaman masing-masing, bahkan kami mendapatkan ilmu-ilmu agama dari teh syifa, bertukar pendapat, bertanya dan seterusnya. Inilah pendakian yang islami, di bulan yang penuh berkah ini kami mendapatkan banyak ilmu dari pendakian ini, yang tidak hanya menikmati alam saja, tetapi saling bertukar pengalaman dan saling menasihati. Dapat pemandanganya, dapat juga ilmunya So perfect.
 
Setelah melalui Lawang Angin
Tak terasa sekian lama berjalan akhirnya kami tiba di sebuah tebing yang ber celah cukup lebar, inilah yang di sebut lawang angin itu. tempat dimana jalan yang menghubungkan ke “Pangalengan”, dan “Pondok saladah” tempatnya cukup luas dan terdapat sebuah toliet di sebelah sisi kanan. Kami istirahat cukup lama disini sekedar duduk-duduk dan melepas lelah. hingga setengah jam berlalu di lawang angin, kami melanjutkan perjalanan menuju pondok saladah, yang tidak terlalu jauh dari lawang angin tersebut, jarak tempuh sekitar lima belas sampai dua puluh menit, dengan track berupa jalur air di sertai jalan setapak di sebelah kirinya, yang kami lalui ini adalah punggungan bukit yang di tumbuhi berbagai macam tumbuhan dan pohon yang cukup rindang. 

Sebelum sampai "pondok saladah"

Sesampainya di pondok saladah, kami langsung mencari tempat untuk mendirikan tenda, “Pondok saladah” sebuah tempat camp area di peruntukan untuk para pendaki yang ingin menginap di gunung, tempatnya cukup luas dengan pemandangan bukit yang memanjang mengelilingi tempat tersebut, disini masih terdapat binatang liar seperti Babi hutan dan semacamnya, mata air tidak terlalu sulit karena disini sudah di bangun toilet umum dengan air yang sangat melimpah. Saran saya kalian wajib mandi di pondok saladah ini, awalnya saya tidak berani karena dingin, tetapi setelah di pastikan oleh teh syifa air itu tidak dingin tetapi segar katanya, di tambah oleh kak ines yang mengatakan “tau ngak, kalo kamu mandi rasanya seperti terlahir kembali” ngeheheheeee, ya benerlah, wong airnya aja dari gunung di tambah suhunya cukup dingin, gimana ngak berasa seperti terlahir kembali he he he. Setelah kami mendapatkan tempat untuk camp yang pas, kami langsung membangun tenda dengan bergotong royong, tampaknya dengan semangat lima perempuan ini membantu tugas saya dan mas bibit, padahal ini tugas cowok, tapi berhubung puasa jadi ngak ada acara masak-masak untuk mereka, oleh sebab itu mereka membantu kami. good job, semangat sis.
 
Pondok Saladah
Setelah selesai mendirikan tenda waktu menunjukan pukul 11:30 waktu papandayan, kami berencana untuk istirahat sejenak lalu melaksanakan shalat dzuhur berjamaah dan di lanjutkan ngabuburit jalan-jalan santai ke tegal panjang. Tak terasa, kami beristirahat sampai jam 13:00, saat keluar tenda kami kaget dengan datangnya kabut dan mendung yang cukup tebal melanda pondok saladah, seperti lagunya didi kempot dan dedy dores "mendung tak berarti hujan, yakinlah itu suatu cobaan, masih banyak waktu dan kesempatan tuk meraih cinta...." jadi intinya mendung itu bukan berarti akan turun hujan, karena memang saat ini juga adalah bulan kering he he he. Kami bergegas ke toilet untuk mengambil wudhu, saya dan mas bibit penasaran dengan sumber mata air yang mengalir lewat sungai kecil di samping toilet tersebut, sehingga saya mengajak untuk wudhu dan mengambil air di kaki bukit, sedangkan yang cewek wudhu di toilet yang tersedia. 
Saya dan mas bibit meng explor sampai masuk ke dalam bukit guna mencari mata air tersebut, setelah cukup tinggi kami mendaki, kami menemukan sungai kecil yang mungkin sungai ini mengalir sampai toilet di bawah, saya mengambil wudhu dan mas bibit mengisi botol dengan air tersebut, lokasi sungai tempat saya dan mas bibit mengambil air tidak terlalu jauh dari tempat camp, hanya berjalan menuju angka 12 pada jarum jam, sedikit mendaki sebuah hutan yang cukup lebat mengarah ke tegal alun, lalu ikuti suara gemericik air, semakin tinggi kalian mendaki, maka semakin bersih air yang kalian temukan. Sebenernya air yang di toilet itu juga bersih sih, cuman saya dan mas bibit aja yang kurang kerjaan L.

Sehabis melaksanakan shalat dzuhur di jamak dengan ashar, kami merapikan carrier ke dalam tenda, dan meninggalkan pondok saladah menuju tegal panjang untuk ngabuburit. Kami berangkat pukul 14:30 dengan membawa satu daypack yang berisi makanan ringan, untuk jaga-jaga ketika tidak sampai waktu untuk berbuka puasa di tempat camp pondok saladah. Dengan hati riang gembira mas bibit, dudu, novi, erna, kak ines, teh syifa dan saya, menyusuri jalan setapak, menuju ke perempatan lawang angin kembali, setelah sampai disana dengan PeDe nya kami mengambil arah jarum jam sembilan / belok ke kiri. setelah lama berjalan menyusuri jalan setapak dengan batu tumpuk yang kami pijaki, kami merasa ada yang sedikit aneh dengan jalan ini, pertanyaanya, banyak orang bilang jalan ke tegal panjang dari perempatan lawang angin tersebut tidak terlalu jauh, tetapi yang kami rasakan jauh sangat. Dengan tetap bersabar kami terus berjalan berharap sampai pada tempat yang memang ingin kami singgahi tersebut. 

Detik berganti menit, menit berganti dengan jam, tetapi titik terang tersebut belum kami dapatkan, hingga kami menemukan seorang bapak-bapak yang mengendarai motor trail dari arah depan menuju ke arah kami, setelah hampir berpapasan mas bibit langsung bertanya pada bapak tersebut, “pak, jalan mau ke arah tegal panjang itu bener lewat sini ya?” dengan wajah ramah bapak tersebut menjawab, “oh, kalo mau ke tegal panjang pas ketemu perempatan tadi seharusnya lurus, kalo dari arah kita sekarang ini nanti belok ke kiri dek, ini arah ke pangalengan” kata bapak tersebut. Dengan sedikit rasa kaget, kami semua saling menatap dan tersenyum kok isoh ngehehehe, Wrong way, salah jalan. Tidak apalah namanya juga jalan-jalan he he he, mungkin kami belum di izinkan kesana, karena memang disana wilayah Konservasi. Dengan terpaksa kami memutar arah dan kembali lagi, sebelum sampai tempat camp, kami duduk dan mengobrol bersama terlebih dahulu di perempatan lawang angin, hingga pukul menunjukan 16:45 kami segera bergegas kembali ke pondok saladah tempat kami meninggalkan tenda disana.

Waktu menunjukan pukul 17:00, kami bertujuh telah sampai pondok saladah, tanpa berlama-lama membuang waktu kami langsung bersiap-siap memasak, membuat makanan berbuka puasa untuk nanti. Kompor lapangan, gas, serta logistik kami keluarkan satu per satu, dan mulai memasak, saat mas bibit mulai menyalakan kompor, gas yang terdapat dari kompor tersebut langsung menyembur keluar beserta api yang berkobar, dengan sedikit panik mas bibit berusaha mematikan kompor tersebut. setelah di selidiki, ternyata kompor yang kami bawa tersebut bocor di bagian pipa penghubung antara tabung gas dan kompornya, di saat saya dan mas bibit mencoba membongkar kompor tersebut, teh syifa dan erna meninggalkan kami untuk mencari pinjaman kompor tetangga. tak begitu lama mereka berdua pergi, mereka kembali lagi bersama salah seorang petugas penjaga Pondok saladah ini. Dengan tenang dan raut wajah yang ramah petugas tersebut bertanya “Kenapa dengan kompornya mas?” tanyanya, “oh, ini mas kayaknya bocor di pipa pengubungnya” jawab mas bibit, sembari menunjukan pipa yang terdapat di kompor tersebut, “boleh saya lihat?” tanya petugas tersebut “boleh, ini mas” jawab mas bibit. saya, teh syifa, erna, dan mas bibit memperhatikan petugas tersebut dengan seksama mulai meng otak-atik kompor kami, sedangan kak ines, dudu dan novi, membaca Al-Qur’an/mengaji di dalam tenda bersama. 

Ternyata setelah kami perhatikan petugas tersebut dengan baik hati meluangkan waktunya untuk membongkar kompor kami, dan berusaha untuk memperbaikinya. Setelah beberapa menit kompor tersebut di bongkar, dan di coba ulang ternyata hasilnya nihil, karena kompor tersebut terlalu tua untuk di gunakan. So, ya mau tidak mau kami harus berusaha meminjam kepada yang lain, sebelum kami beranjak untuk mencari pinjaman kompor, petugas tersebut beranjak lebih dulu dari kami sembari berkata “yaudah saya carikan kompornya ke yang lain ya” dengan kagetnya kami berempat tercengang mendengar kata yang di lontarkan oleh petugas tersebut, sungguh mulianya hati petugas penjaga pondok saladah ini tanpa rasa pamrih sedikitpun dia mau menolong dan membantu para pendaki yang sedang kesulitan seperti kami. 

Setelah beberapa menit petugas tersebut mengelilingi pondok saladah, ternyata sedikit sulit mencari kompor di saat sore hari seperti ini, karena hampir setiap tenda sedang memasak makanan untuk persiapan berbuka puasa bagi mereka yang berpuasa, dan mempersiapkan makan malam bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah puasa. 
Waktu sudah menunjukan pukul 17:30 sudah hampir dekat dengan waktu berbuka puasa, kami hanya pasrah dan mungkin berencana akan makan snack/makanan ringan saat buka nanti, lalu menunggu kompor tetangga setelah di pakai untuk kami pinjam. Teh syifa mulai mencari roti tawar dan susu kental manis di tempat logistik, mempersiapkan buka puasa untuk kami semua, lalu membuat roti lapis susu di bantu oleh erna. Padahal kami sudah mencuci beras dan siap untuk dimasak, apa boleh buat, kita harus menunggu yang lain selesai masak terlebih dahulu, baru setelah itu kita dapat meminjam kompornya. 
Tak lama setelah kami bersiap-siap untuk berbuka puasa, Aa petugas pondok saladah tadi kembali dengan membawa sebuah kompor di tanganya, sambil berkata “ini ada kompor, di pakai saja dulu ngak apa-apa punya temen saya” kami semua kaget bercampur rasa gembira, ada saja rezeki untuk orang yang berpuasa, inilah salah satunya. Sambil tersenyum kami berkata “aduh makasih ya mas, maaf malah ngerepotin” lalu “oh ngak apa-apa kok” jawabnya dengan raut wajah yang ramah, petugas tersebut langsung beranjak meninggalkan kami, dengan rasa sangat terbantu sekali, kami merasa tidak enak jika tidak memberi apa-apa kepada petugas tersebut, teh syifa langsung meraih sebuah makanan kecil lalu memberikanya “waduh, ngak usah makasih” tolak petugas tersebut kepada teh syifa “ngak apa-apa mas” bujuk kami semua kepada petugas tersebut, “makasih banyak ya, malah jadi ngerepotin nih” lanjutnya “ngak mas, sebenernya malah kita yang ngerepotin” teriak kami semua sambil sedikit cengegesan. 
Lalu petugas tersebut pergi meninggalkan kami, tanpa berpikir panjang kami langsung menggunakan kompor tersebut untuk memasak nasi putih, di sertai dengan masuknya waktu adzan maghrib. kami memang tidak mendengarkan adzan secara langsung, tetapi kami berpaku pada jam dan matahari senja untuk menjadi patokanya, lalu kami awali dengan makan roti lapis bersama.



Setelah berbuka puasa dengan roti lapis buatan teh syifa dan erna, kami bergantian shalat maghrib. Teh syifa, kak ines, erna dan novi, shalat maghrib terlebih dahulu, sedangkan saya, mas bibit dan dudu masih berada di tenda memasak lauk pauk untuk kami makan bersama nanti. 
Suhu udara mulai turun sangat dratisnya, dingin mulai menerpa perkemahaan kami, dudu mulai memasak nugget dan sarden yang dibawanya saat itu. 
Setelah semua lauk pauk siap, kami makan bersama-sama, nasi lauk rasa pondok saladah. lupakan rasa, yang terpenting kebersamaan dan kekeluargaanya yang saya cari disini. Walaupun hanya sebuah kisah di persinggahan yang sangat teramat singkat, tetapi saya merasakan ini seperti keluarga sendiri. Power of family.
Bubar (buka bersama)


Tenda kami sangat heboh sendiri, di bandingkan dengan tenda-tenda yang lainya, di saat makan malam ini kami sembari ketawa-ketiwi bercanda ngalor ngidul ngak jelas serta di temani oleh jutaan bintang di langit yang sangat indah, sehingga memecahkan malam yang cerah dan dingin di pondok saladah ini. Suasana menjadi lebih heboh berkat teman kami yang mempunyai suara merdu/sompran kekekek, yang suaranya dapat di dengar sampai radius tiga Km dari lokasi dia berada, teman satu ini sangat membantu tenda kami agar tidak sepi he he he. 
Yaitu adalah erna, cewek yang selalu ceria, heboh dan asyik. Kami juga mempunyai temans yang mengaku dirinya mirip dengan artis “Angel Karamoy” ceunah, cewek satu ini lucu/kocak, sang inisiator dan seorang backup kapten team he he he, dudu panggilanya nama aslinya dwi mungkin dia anak kedua dari keluarganya, iyakan du? *sok tau. Sedangkan novi, cewek yang periang, kalem, dan sedikit Phobia pada ketinggian, ini pertama kalinya dia mendaki katanya *kalo ngak salah (perdananya). hal yang wajar, karena pertama kalinya mendaki, saya dulu juga seperti novi, takut pada ketinggian, tapi setelah berkali-kali mendaki rasa takut itu hilang dengan sendirinya, karena keberanian itu harus natural di tempa terus oleh alam dan keyakinan kita sendiri. Semangat terus novi......, jangan kapok mendaki ya he he he. 
Kami juga punya kakak yang ahli climbing, yang mempunyai suara khas dan murah senyum, serta logat jawa jogjanya yang sangat khas sekali, kak ines-lah orangnya, kakak yang kece badai, lucu dan senang berfoto.
Dan perempuan terakhir adalah teh Syifaturrahmah yang mempunyai sifat ke ibuan, penasehat kami, penyabar, penyayang, murah senyum dan peduli. best of best lah mencakup semuanya, semoga bisa mendaki bareng teh syifa lagi hi hi hi *ketawa khas teh syifa.
Nah cowok yang kedua terakhir sebelum mas bibit adalah saya sendiri, ngak usah di deskripsikan, karena yang dapat mendeskripsikan jawabanya ada di mereka yang mendaki bersama saya ngahahaha. Langsung aja mas bibit, seoarang leader team, dengan banyak pengalaman serta daya explorasi sangat tinggi, dengan postur badan yang tegap dan menyukai film Bima! Satria garuda. Kekekek. Jadi tenda kami tidak pernah sepi, karena kami saling mengisi satu sama lain.

Setelah cukup lama kami cekakak-cekikikan, kami kembali mengambil air wudhu dan shalat isya serta tarawih bersama, hingga pukul 20:00. Lalu dilanjutkan bersiap-siap untuk menarik sleeping bag, tidur. 
Saya dan mas bibit terakhir untuk tidur, sebenernya saya mengajak mas bibit untuk ngopi atau bikin susu terlebih dahulu sambil ngobrol santai di depan tenda, sambil menikmati malam yang cerah dan penuh bintang yang betaburan he he, karena di tinggal tidur duluan sama mereka yang cewek-cewek maka mau ngak mau saya ngajak mas bibit untuk ngobrol dan ngopi berdua, yah walaupun ngak se ramai bareng yang lain, tapi setidaknya ada temenya lah. Tetapi sangat di sayangkan mas bibit hanya bertahan setengah jam karena matanya sudah tinggal lima wat, alias ngantuk. 
Ya sudahlah, mau gimana lagi masa ngantuk mau di paksa, sekuat dan sehebatnya orang kalo udah kena hawa ngantuk pasti terkalahkan dan tidur ngehehehe. Setelah mas bibit menyusul tidur juga, saya sendirian. karena ngak punya temen saya mendengarkan musik sendiri di depan tenda, rencananya mau joint ke tenda sebelah, tapi tenda sebelah sepertinya juga sudah gelap, mereka mungkin juga sudah tidur. 
sebenernya ada tenda yang ramai, dan masih banyak yang mengobrol cekakak-cekikik, tapi sayang tendanya jauh-jauh dari tenda kami. 
Akhrinya saya duduk-duduk sendirian menunggu kantuk mulai melanda. Hingga pukul 22:00 saya masuk tendanya mas bibit yang hanya muat untuk dua orang. sedangkan yang perempuan tidur di tenda yang lebih besar, karena jumlah mereka lumayan banyak. entah muat atau tidak itu para perempuan, tenda isi empat orang, tapi di isi lima orang hihihi. 
Ok good night, tarik sleeping bag dan jadilah kepompong yang bermimpi indah.

next to part 2. Ramadhan Fun Hiking Part.2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar